Islamic Widget

Tinjauan Hukum Islam Tentang Penundaan Haid Untuk Beribadah

Selasa, 31 Agustus 2010
Haid (menstruasi) merupakan peristiwa perdarahan secara periodik dan siklik (bulanan) yang disertai pelepasan selaput lendir (endometrium) rahim. Peristiwa ini merupakan peristiwa yang alami pada seorang wanita normal. Dikatakan periodik karena datangnya haid pada seorang wanita mempunyai periode–periode tertentu, dimana haid pertama kali (menarche) datang pada usia sekitar 12 tahun yang bisa saja belum teratur, kemudian mulai teratur saat usia reproduksi (20-35 tahun), mulai jarang saat mendekati menopause (klimakterik), dan berhenti saat menopause (49-50 tahun).

Bagi seorang wanita datangnya masa haid merupakan saat yang selalu dinantikan. Sebab apabila haid terlambat datang, maka akan timbul kekhawatiran, jangan-jangan telah terjadi sesuatu pada tubuh wanita tersebut. Haid merupakan ketetapan Allah SWT atas setiap wanita, sebagaimana hadits di bawah ini:

“Kami keluar (dari Madinah), tidak ada yang kami tuju kecuali untuk berhaji. Maka ketika kami berada di tempat yang bernama Sarif, aku haid. Rasulullah SAW masuk menemuiku yang ketika itu sedang menangis. Maka beliau bersabda : ‘Ada apa denganmu, apakah engkau ditimpa haid?’ Aku menjawab : ‘Ya.’ Beliau bersabda : ‘Sesungguhnya haid ini adalah perkara yang Allah tetapkan atas anak-anak perempuan keturunan adam. Kerjakanlah sebagaimana layaknya orang berhaji. Akan tetapi, janganlah engkau melakukan thawaf di Baitullah.’ (HR. Bukhari dari ‘Aisyah r.a.)


Nah, bagaimana tinjauan hukum Islam tentang penundaan haid untuk menyempurnakan ibadah misalnya haji atau berpuasa sebulan penuh?

berikut pendapat beberapa ulama':
1. Kalangan yang Membolehkan

Diantara ulama yang berpendapat boleh adalah sebagai berikut:

a. Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah

Di kalangan shahabat Nabi SAW ada Ibnu Umar r.a. yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur bahwa beliau telah ditanya orang tentang hukum seorang wanita haid yang meminum obat agar tidak mendapat haid, lantaran agar dapat mengerjakan tawaf. Maka beliau membolehkan hal tersebut. Muhibbuddin Thabari berkata, “jika terhentinya haid dalam keadaan seperti ini dapat diakui, maka hendaklah diakui pula terhentinya itu dalam menghitung berakhirnya massa iddah dan bentuk-bentuk kasus lainya. Demikian pula jika meminum obat yang merangsang munculnya haid, berdasarkan persamaan diantara keduanya.[4]

b. Abdullah Abdul ‘Aziz bin Baz dalam kitab Fatawa Tata’allaq bi Ahkam al-Hajji wa al-‘Umrah wa al-Ziyarah

Seorang wanita boleh menggunakan obat pencegah haid pada waktu haji karena khawatir akan kebiasaannya (haid) akan tetapi harus berkonsultasi kepada dokter khusus karena untuk menjaga keselamatan wanita. Demikian juga pada bulan Ramadlan apabila berkeinginan untuk berpuasa bersama-sama dengan masyarakat umum (orang banyak).

c. Ahmad bin Abdul Rozaq ad-Duwaisy dalam kitab Fatawa al-Lajnah ad-Daimah Lil-Buhuts al-‘Ilmiyah Wa al-Ifta’

Boleh bagi seorang wanita untuk mengkonsumsi pil penunda haid agar dapat melaksanakan puasa di bulan Ramadhan. Anda tidak diharuskan untuk mengqadha hari-hari puasa yang telah Anda lakukan bersama-sama yang lainnya dengan mengkonsumsi pil pencegah haidh. [Majalah Al-Buhuts Al-Islmiyah, 22/62]



2. Pendapat yang Mengharamkan

Salah satu ulama yang melarang penggunaan pil penunda haid adalah Syeikh Al-’Utsaimin dalam “Majmu’ Fatawa al-‘Utsaimin” sebagai berikut:

Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya : Saya seorang wanita yang mendapatkan haid di bulan yang mulia ini, tepatnya sejak tanggal dua lima Ramadhan hingga akhir bulan Ramadhan, jika saya mendapatkan haid maka saya akan kehilangan pahala yang amat besar, apakah saya harus menelan pil pencegah haid karena saya telah bertanya kepada dokter lalu ia menyatakan bahwa pil pencegah haid itu tidak membahayakan diri saya?

Beliau menjawab: “Saya katakan kepada wanita-wanita ini dan wanita-wanita lainnya yang mendapatkan haid di bulan Ramadhan, bahwa haid yang mereka alami itu, walaupun pengaruh dari haid itu mengharuskannya meninggalkan shalat, membaca Al-Qur’an dan ibadah-ibadah lainnya, adalah merupakan ketetapan Allah, maka hendaknya kaum wanita bersabar dalam menerima hal itu semua, maka dari itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah yang kala itu sedang haid : “Artinya : Sesungguhnya haid itu adalah sesuatu yang telah Allah tetapkan kepada kaum wanita”. Maka kepada wanita ini kami katakan, bahwa haid yang dialami oleh dirinya adalah suatu yang telah Allah tetapkan bagi kaum wanita, maka hendaklah wanita itu bersabar dan janganlah menjerumuskan dirinya ke dalan bahaya, sebab kami telah mendapat keterangan dari beberapa orang dokter yang menyatakan bahwa pil-pil pencegah kehamilan berpengaruh buruk pada kesehatan dan rahim penggunanya, bahkan kemungkinan pil-pil tersebut akan memperburuk kondisi janin wanita hamil.”


Sedangkan Syekh al-‘Utsaimin ditanya oleh seseorang: “Apakah boleh seorang wanita menggunakan pil penunda haid pada bulan Ramadlan dan lainnya?

Beliau menjawab: “Menurut hemat saya dalam masalah ini agar para wanita tidak menggunakannya baik dibulan Ramadlan maupun lainnya, karena menurut para dokter hal itu menimbulkan bahaya yang sangat besar bagi rahim, urat syaraf dan darah. Dan segala sesuatu yang menimbulkan bahaya adalah dilarang. Padahal nabi SAW telah bersabda, “Janganlah kamu melakukan tindakan yang membahayakan dirimu dan orang lain.” Dan kami telah mengetahui dari mayoritas wanita yang menggunakannya bahwa kebiasaan haid mereka berubah, dan menyibukkan para ulama membicarakan masalah tersebut. Maka yang paling benar adalah tidak menggunakan obat tersebut selamanya baik di bulan Ramadlan maupun lainnya.”


Nah....untuk semua muslimah, setelah membaca informasi ini, pikirkanlah dan pertimbangkan dulu, jika anda ingin menunda haid anda untuk beribadah...
Semoga bermanfaat...

1 koment:

Unknown Says:
13 Desember 2013 pukul 17.18

thank referensinya mbak..kunjungi balik ya..

Posting Komentar